Refleksi Pemantik Pembenahan Sektor Pendidikan

Dilihat 756 kali
Kualifikasi membaca dapat diawali dari hal yang paling sederhana, seperti peserta didik dimohon membaca salah satu topik materi di perpustakaan kemudian membuat resume untuk dipresentasikan di depan kelas.

DALAM proses perjalanan waktu di tahun 2023 ini, pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin untuk melalukan perbaikan sektor pendidikan agar tujuan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh para perintis pendidikan dapat terwujud. Program Kurikulum Merdeka sudah diberlakukan baik mulai jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Ekpetasi dari kurukulum ini, peserta didik dapat memaknai materi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cakupan materi yang diberikan di sekolah lebih memfokuskan pada materi esensial dan pengembangan kompetensi yang lebih bermakna. Transformasi materi juga diberikan menyenangkan yang tidak membebani peserta didik.  

Namun bila melihat hasil dari Programme for International Student Assesmnent (PISA) atau program penilaian siswa internasional, menunjukkan resultansi yang mengejutkan. Berdasarkan hasil penilaian lembaga yang diinisiasi oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang berkantor di Paris tersebut, dari kemampuan Matematika, Membaca, dan Sains tidak ada satu pun skor yang meningkat apabila dikomparasikan dengan hasil PISA tahun 2018.

Skor kemampuan Matematika, anak Indonesia turun 13 poin dikomparasikan dengan skor PISA 2018, dari 376 menjadi 366. Skor Sains juga mengalami penurunan 13 poin, dari 396 menjadi 383. Sementara untuk kemampuan Membaca, bukan sekadar dalam keadaan memprihatinkan, namun semakin terjerembab. Adapun skor membaca turun 12 poin dari skor 371 menjadi 359. Kapabiltas membaca anak-anak Indonesia berada dalam titik terendah sejak kepesertaaan Indonesia dalam PISA pada tahun 2000 (Doni Koesoema A., dalam Kompas 14/12/2023).

Pembelajaran Bersama

Mencermati hasil PISA 2022, kiranya dapat menjadi pembelajaran bersama untuk pembenahan pendidikan di Indonesia ke depannya. Kita tentunya sepaham, bahwa hasil PISA tersebut dapat dipakai sebagai pemantik, agar kualitas pendidikan di Indonesia dapat disandingkan dengan negara-negara lain.

Kita juga sangat mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan pemerintah selama ini, termasuk dengan mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air secara komprehensif. Berkaca dari hasil PISA 2022, kiranya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian.

Pertama, mengoptimalkan kemampuan membaca. Kemampuan pada aspek membaca ini merupakan fondasi dasar berkembangnya kemampuan lain dari peserta didik, seperti Matematika dan Sains. Oleh karena itu, kapabilitas dasar membaca perlu diperkuat sejak  usia dini. Terutama untuk jenjang PAUD sampai kelas III SD, para guru perlu kerja keras untuk memastikan mereka sudah bisa membaca.

Dalam hal memotivasi membaca, guru perlu menciptakan mekanisme yang mampu merangsang peserta didik sampai pada tindakan nyata. Tindakan mengharuskan yang disertai alasan rasional adalah salah satu opsi yang perlu diambil. Untuk itu,  guru mesti mulai mengajarkan cara membaca yang efektif. Giring peserta didik untuk meminjam buku pilihan di perpustakaan.

Peserta didik berikan waktu yang cukup untuk untuk menghabiskan membaca buku yang menjadi pilihannya. Sebuah pengalaman nyata, pada setiap topik capaian pembelajaran, penulis mesti mengharuskan peserta didik untuk mencari artikel baik di internet atau perpustakaan yang relevan dengan topik yang sudah dipelajari. Kalau mengambil dari web, artikel tersebut dicetak, sebaliknya kalau meminjam buku diperpustakaan mereka harus menunjukkan buku yang sudah dibaca.

Dengan target waktu tertentu, maksimal satu minggu peserta didik dimohon menyusun resume dari sumber yang dibaca untuk dipresentasikan di depan kelas. Ketika peserta didik mampu menunjukkan buku atau cetakan dari sumber dari internet yang baru saja dibacanya sekaligus mengeksplanasikan isinya di forum kelas, guru boleh yakin bahwa peserta didik telah membacanya, bukan sekadar sinopsis yang diambil dari internet.

Kedua, diklat berkelanjutan. Untuk dapat menunjang pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum, guru perlu diklat berkelanjutan. Sampai saat ini ditengarai lemahnya guru dalam menulis baik untuk internal sekolah maupun eksternal sekolah seperti buah pikiran yang dipublikasikan. Untuk itu diperlukan diklat berkelanjutan mulai dari kerangka dasar penulisan sampai menghasilkan produk. Apabila hal tersebut dapat terealisasikan, tentunya guru sebagai garda depan pendidikan sudah mengawali langkah literasi ini. Suatu kebanggan tersendiri, apabila pada saat mengajar guru mampu menggunakan modul tulisannya sendiri. Peserta didik pun akan memberikan nilai positif, karena gurunya mampu membuat produk materi hasil buah pikirannya sendiri.

Ketiga, muatan materi pelajaran untuk semua jenjang perlu ditata ulang. Walaupun tujuan semula dari implementasi kurikulum Merdeka yaitu materi diberikan yang esensial saja, namun dalam tataran praksis materi pelajaran masih sangat padat. Terlebih alokasi waktu mengajar guru diambil sekitar 20 persen untuk materi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Imbasnya guru dalam posisi tergesa-gesa dalam menyampaikan materi pelajaran yang diampu.

Keempat, parameter keberhasilan peserta didik. Dalam hal ini diperlukan parameter atau tolok ukur keberhasilan peserta didik secara jujur dan obyektif. Selama ini penilaian dikembalikan pada sekolah. Tentunya tidak bisa diukur secara umum karena sekolah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kiranya diperlukan solusi cerdas untuk dapat mamberikan pengukuran penilaian secara obyektif pada akhir pendikan yang sudah dijalani. Alternatifnya, salah satu dari Assesmen Nasional Berbasis Komputer dapat dipakai untuk pengukuran keberhasilan peserta didik setelah hasilnya dapat dinilai oleh suatu Badan Nasional yang terstandardisasi.

Pemantik Kinerja

Hasil PISA 2022 tersebut, hendaknya dapat menjadi pemantik kinerja semua pihak di lembaga pendidikan untuk dapat menyikapi dengan bijak. Semua pihak perlu menyingsingkan lengan baju dan melakukan kerja sinergis agar sektor pendidikan yang menjadi tumpuan harapan bangsa ini dapat segera bangkit mengejar berbagai ketertinggalnya.

Tentunya sangat tidak bijaksana, kalau semua ini hanya dibebankan kepada pemerintah. Tri Pusat Pendidikan yang diamatkan oleh Ki Hadjar Dewantara perlu dimaknai dalam tindakan nyata. Keluarga sebagai pendidik pertama di rumah perlu memberikan penyadaran kepada putra-putrinya pentingnya menimba ilmu yang benar di sekolah. Sedangkan masyarakat dapat membantu memberikan kontribusi dalam berbagai hal penyediaan wahana pendidikan, seperti lapangan pekerjaan. Termasuk perusahaan perlu mengoptimalkan program CSR (Corporate Social Responsibility) dalam membantu sekolah atau keluarga yang membutuhkan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dapat menjadi rumah kedua peserta didik yang memberikan rasa aman dan nyaman untuk mendapatkan pengetahuan sebagai bekal di masa depannya. Untuk itu, sekolah yang ramah anak perlu menjadi perhatian bersama agar simbiosis mutual antara keluarga, masyarakat, dan sekolah dapat terbangun. Apabila konsep-konsep ideal tersebut dapat diimplementasikan, harapannya kualitas pendidikan dapat berjalan paralel dengan dinamika zaman.


*)Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd. Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar