Panen Raya Kopi Arabika di Lereng Merapi Capai 8 Ton

Dilihat 1221 kali
Ketua Kelompok Tani Tumpang Sari Dusun Babadan II Poni saat membersihkan biji kopi yang dijemur.

BERITAMAGELANG.ID - Lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Babadan II, Paten, Dukun merupakan sentra penghasil kopi arabika. Bahkan tahun ini, hasil panen raya yang dilakukan sejak pertengahan Juni lalu, tembus 8 ton kopi basah. Jumlah itu naik 2-3 ton dibanding tahun lalu yang mencapai 5-6 ton. 

Ketua Kelompok Tani Tumpang Sari Dusun Babadan II, Poni menuturkan, panen kopi tahun ini lebih bagus dibandingkan tahun lalu. "Panen raya sudah 1,5 bulan lalu sampai Agustus. Tahun ini panennya mencapai 8 ton kopi basah. Tahun kemarin 5 sampai 6 ton," ujar dia, Jumat (26/7/2024).

Dia menyebut, kenaikan hasil panen ini dipengaruhi oleh faktor musim yang mendukung. Sehingga bunganya yang tidak gugur. Selain itu, setiap tahun, sejumlah petani juga menambah area tanam kopi. Sehingga hasil panennya akan semakin melimpah.

Dari 8 ton kopi basah, kata dia, bisa menghasilkan 200 kg green bean. Masing-masing green bean memiliki harga yang beragam. Untuk anaerob natural Rp 185 ribu per kg, full wash classic Rp 160 ribu per kg, dan honey anaerob Rp 170 ribu per kg. 

Adapun peminat kopi arabika Dusun Babadan II ini berasal dari seluruh Indonesia. "Dari Jogja, Jakarta, dan hampir seluruh daerah di Indonesia sudah pernah kami kirimkan kopi arabika Babadan II. Ada juga konsumen tetap dari beberapa kafe, seperti di Jogja," terang Poni.

Meski banyak peminatnya, tapi dia belum mengetahui persis keunggulan dari kopi arabika Babadan II. Karena masing-masing orang memiliki penilaian yang berbeda. Bukan dilihat dari kualitas kopi, tapi juga sugesti dari masing-masing penikmatnya. "Mungkin khasnya karena tanah, ketinggian, dan porsesnya dimaksimalkan," tambahnya.

Poni menambahkan, ada 24 petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut. Dari jumlah itu, 15 di antaranya menanam kopi dan sayur-mayur. Sedangkan sisanya belum menanam kopi. Sistemnya, Poni akan membeli hasil panen kopi basah milik para petani tersebut dengan Rp 10 ribu per kg.

Selain membeli dari petani di Dusun Babadan II, dia juga menerima kopi basah dari dusun lain. Karena masih banyak warga dari dusun lain yang belum bisa mengolah kopi basah dengan maksimal. Lantas, Poni lah yang bakal mengolahnya hingga siap dijual kepada masyarakat. 

Namun, lanjut dia, biji kopi basah yang dibeli hanya saat sudah berwarna merah. Ketika masih berwarna hijau, Poni enggan membelinya. "Jangankan dijual dengan harga murah, dikasih pun saya tidak mau. Karena prinsipnya, kami menjaga ikon dan kualitas kopi di Dusun Babadan II," sebutnya.

Warga Ngluwar, Mukti Bakhtiyar mengaku, sudah tidak mengonsumsi kopi sejak tiga tahun lalu. Karena penderita asam lambung seperti dirinya memang sebisa mungkin menghindari kopi. Namun, dia penasaran dengan rasa kopi arabika dari Babadan II. Setelah dicoba, ternyata tidak berdampak buruk terhadap tubuhnya.  

Dia menyebut, rasa kopi arabika dari Babadan II cenderung sama seperti kopi lainnya. Tapi, sedikit lebih asam. "Biasanya kalau minum kopi hitam, langsung sesak. Setelah minum kopi arabika itu dan habis sebungkus, tidak ada efek sampingnya. Setelah itu, saya berani ngopi lagi, tapi cuma kopi arabika dari sini," sebutnya.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar