BERITAMAGELANG. ID- Warga Dusun Setuju Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak antusias menyaksikan pementasan Kethoprak Dhedha Lungid. Pementasan digelar dalam rangka HUT ke 60 Soreng warga Setuju. Kethoprak dimainkan komunitas yang tergabung dalam Sanggar Pangrumpoko Budaya Soreng.
Warga tidak menghiraukan dinginnya malam di dusun yang berada di lereng gunung Merbabu, Jumat (4/8/2023) malam.
Karya ini menceritakan tentang kisah asmara seorang prajurit Soreng bernama Dhendha dan putri Demang Gayam, bernama Lungid yang terhalang situasi politik dua kerajaan yang berseteru. Pementasan ini di sutradara Priyo Nugroho (27).
Sebagai informasi, Soreng merupakan nama prajurit dari Kerajaan Jipang yang berpihak pada Haryo Penangsang.
Sementara itu, Haryo Penangsang dari Kerajaan Jipang berseteru dengan Hadiwijoyo dari Kerajaan Pajang lantaran memperebutkan kekuasaan Demak Bintoro.
Dikisahkan pada ketoprak tersebut, Dhendha dihadapkan pada situasi sulit saat harus membela negara, namun juga memperjuangkan cintanya pada Lungid.
"Lungid bahkan harus menyamar sebagai ledek atau penari bayaran pada sebuah Pesta Rakyat untuk bisa masuk ke Kerajaan Jipang," tutur Priyo.
Namun naas, penyamaran Lungid di Kerajaan Jipang terbongkar. Dhendha bahkan rela dilukai hingga dibunuh mata-mata dari Kerajaan Pajang untuk melindungi Lungid.
Meski berakhir tragis dan mengorbankan nyawanya, Dhendha sudah menjalankan tugaskan sebagai prajurit untuk membela negara, namun juga berhasil melindungi Lungid.
Menurut Priyo, cerita Dhendha Lungid berlatar sejarah dengan jenis fiksi sastra, karena memang belum ada bukti sejarah yang mencatatnya.
Sebagai sutradara muda, Priyo mengaku, pementasan perdana Dhendha Lungid tidak menemui kesulitan yang cukup berarti sejak proses hingga hari H. Kendalanya hanya soal penyatuan waktu saja, karena kesibukannya memang berbeda-beda.
Menurut dia, ketoprak ini juga sekaligus menjadi penghubung masyarakat dengan jenis latar belakang pekerjaan dan karakteristik yang berbeda-beda.
"Masyarakat Bandungreja berlatar masyarakat agraris sedangkan beberapa pemain pendukung akademis," ujarnya.
Ia bahkan hanya memerlukan 4 kali latihan untuk menggarap proses Dhendha Lungid. Pagelaran ini melibatkan sekitar 30 pemain dari berbagai usia, dengan durasi pementasan kurang lebih 2,5 jam.
Dinginnya malam tak dirasakan warga yang bertahan menonton hingga pukul 00.00 wib. Pentas dimulai pukul 21.30 wib.
Priyo berharap, kesenian di Bandungrejo bisa semakin berkembang dan akan ada generasi penerus yang melanjutkan kelestarian ketoprak sekaligus Soreng. Semua warga baik tua muda dilibatkan.
"Jadi bukan hanya kesenian rakyat yang menjadi tontonan masyarakat, tetapi benar-benar dilestarikan, dan semua warganya dari berbagai usia bisa ikut terlibat," tuturnya.
Seorang penonton dari Ngablak, Warti mengaku suka dengan pementasan kethoprak ini.
âTidak membosankan,
karena diselingi humor humor lokal yang sangat lucu dan menghibur, pemainnya juga berakting dengan natural," ujar Warti.
0 Komentar