Pencerahan Makna Seni Tari

Dilihat 485 kali
Tari Wira Kusumanegara yang memvisualisasikan sikap bela negara dipentaskan dalam rangka HUT ke-112 SMA Seminari Mertoyudan Magelang, 27 April 2024. Di Lembaga Pendidikan Calon Imam ini, selama 36 tahun ekstrakurikuler seni tari dan karawitan menjadi mata pelajaran wajib bagi para seminaris di Kelas Persiapan Pertama yang bertujuan mengasah ranah imajinasi, etika, estetika, serta menghargai kearifan lokal dengan balutan nilai humaniora.

Eksistensi seni tari dari awal proses penciptaannya dari dulu sampai saat ini telah melalui proses perjalanan panjang dari waktu ke waktu, harmoni dengan perubahan pelaku tari tersebut serta dinamika zaman yang terus bergulir. Tentunya kehadiran seni tari bagi para seniman penciptanya dan komunitas pendukungnya dirasakan membawa makna mendalam bagi kehidupan manusia.  


Pada tahun ini, ruang-ruang budaya sebagai tempat berekspresi sudah mulai dibuka. Berbagai agenda budaya termasuk seni pertunjukan tari sudah mulai bermunculan, mulai dari kota besar sampai pelosok-pelosok desa. Proses kreatif yang dibangun dapat membuahkan hasil yang sangat signifikan juga variatif baik itu dalam jenis tari tradisional, kreasi baru, juga kontemporer. 


Pada tahun ini, momentum Hari Tari Sedunia yang diperingati setiap 29 April, selalu disemarakkan dengan berbagai agenda budaya seni tari mulai pagelaran, ekplorasi, juga seminar. Pada umumnya, para seniman dari berbagai daerah bertemu di satu tempat untuk berpartisipasi dalam memeriahkan hari bersejarah tersebut sambil menyajikan berbagai karya tari, baik itu personal atau kelompok. Pertemuan para seniman tersebut dapat menjadi media untuk bersosialisasi merajut relasi sosial yang pada gilirannya akan dapat menguatkan ikatan solidaritas baik seniman, pencinta seni atau para pelaku seni tari.


Memberikan Pencerahan


Sebagaimana diketahui, perayaan Hari Tari Sedunia yang diperingati rutin setiap tahunnya, sebenarnya bukan hanya sekadar seremonial. Apabila ditelisik secara akuratif, perayaan tersebut mengandung makna sangat mendalam. Makna tersebut mengulik lebih dalam, bahwa seni tari yang kebanyakan publik hanya memandang sebagai santapan estetis, namun sebenarnya di balik santapan estetisnya, terkandung pemaknaan dalam memberikan pencerahan sebagai kohesi sosial. Implikasi kohesi sosial tersebut tak lain adalah suatu ikatan solidaritas yang dapat menyatukan semua komunitas.


Di Kabupaten Magelang dengan ribuan kelompok kesenian, merupakan aset potensial untuk merajut ikatan solidaritas tersebut. Berbagai event seni tari sudah banyak dilakukan di Kabupaten Magelang, seperti dalam ajang Festival Lima Gunung yang sudah berjalan lebih dari dua dasawarsa. Berbagai kelompok seni tari di wilayah lima gunung dapat mementaskan kelompoknya, karena ditopang oleh solidaritas yang terbangun selama bertahun-tahun.  


Momentum Hari Tari Sedunia selalu diperingati tersebut tak lain untuk mengenang kelahiran Jean-Georges Noverre (1727-1810). Sosok koreografer tari balet modern berkebangsaan Perancis dengan jejak rekam maupun reputasinya sudah mendunia. Dalam perhelatan yang cukup spektakuler peringatan Hari Tari Sedunia tersebut, pertama kali diperkenalkan pada 1982 oleh Komite Tari Internasional dari Institut Teater Internasional (ITI) sebaga LSM mitra Badan PBB untuk bidang Pendidikan dan Kebudayaan UNESCO (https://www.kompasiana.com).


Gagasan Hari Tari Sedunia ini berorientasi untuk merayakan dan menikmati tari sebagai bahasa universal yang dapat melintas hambatan politik, etnis, budaya, serta mampu membawa masyarakat kepada satu kesatuan bahasa, yaitu dengan menari. 


Adapun salah satu bentuk untuk merayakan Hari Tari Sedunia, ITI melakukan terobosan dengan memilih satu penari dari seluruh dunia untuk menulis sebuah pesan. Pesan tersebut dapat berisi berbagai refleksinya terhadap tari dengan terjemahan ke berbagai bahasa, sehingga akan terajut komunikasi optimal.   


Dalam dinamika proses perjalanan waktu, peringatan Hari Tari Sedunia tersebut selalu diisi dengan aktivitas menari selama 24 jam. Aktivitas ini tidak sekadar memberi ruang berekspresi seniman, namun selebihnya lebih mengaksentuasikan dalam menjalin relasi persaudaraan di antara berbagai perbedaan. Berbagai komunitas sampai lembaga pendidikan seni di berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Padang, dan beberapa daerah lain di seluruh Indonesia. Di lembaga-lembaga seni tersebut berkolaborasi dengan seluruh lapisan masyarakat, hampir tidak pernah putus melakukan aktivitas berekspresi pada saat memeringati momentum historis tersebut.


Sedangkan tujuan mendasar peringatan Hari Tari Sedunia, diantaranya adalah sebagai pemantik ide. Dengan memperingati secara simultan, para seniman dapat saling bertemu dan bersosialisasi yang pada gilirannya dapat menjadi pemantik gagasan agar seni tari dapat berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat. Di sini orientasi seni tari dapat menjadi media pencerahan dan memberikan kontribusi bagi komunitas baik dari perspektif estetik maupun non estetik.


Lebih jauh, seni tari memang tidak semata membaca tentang tubuh yang bergerak dalam teknik-teknik tertentu. Tubuh dalam seni tari merupakan alat ekspresi yang mampu merefleksi berbagai persoalan hidup manusia dengan intensitas, kualitas, virtuositas, dan koordinasi gerak yang total. Presentasi seni tari diharapkan dapat menerjemahkan laku tari dan laku tubuh sebagai medan yang kompleks, baik itu terkait dengan estetika gerak, elemen-elemen artistik pagelaran, imajinasi, kreasi, serta simbolisasi nilai serta makna yang berlaku di masyarakat (Sal Murgiyanto, 2018).


Ide Inspiratif


Ekspektasi lebih jauh dari peringatan Hari Tari Sedunia ini, kiranya dapat menjadi ruang dialog para seniman dari bergagai kalangan untuk dapat lebih memaknai seni tari sampai tingkat substansinya. Dari dialog tersebut akan memunculkan berbagai ide inspiratif yang dapat memberikan pencerahan kepada publik. Manakala publik hanya baru melihat seni tari sampai pada tataran estetika, para seniman perlu lebih dapat menjabarkan dalam tataran yang lebih holistik.


Oleh karena itu, memahami lebih jauh makna seni tari baik teknik maupun filososfinya perlu menjadi parameter utama. Pada umumnya para seniman lebih puas pada wujud visual atau gebyar dari tari yang dibawakan, namun kurang memahami makna yang terkandung di dalamnya. Seperti dalam Pedoman Joged Mataram di Kasultanan Yogyakarat salah satunya dikenal dengan filosofis greged yaitu seni tari dilakukan dengan dinamis diimbangi olah rasa yang optimal.


Sedangkan di Kasunanan Surakarta dikenal dengan pedoman Hasta Sawanda sebagai pedoman normatif estetika seni tari. Salah satunya dikenal dengan filosofis pacak, yaitu pola dasar dan kualitas gerak tertentu berkorelasi dengan karakter yang dibawakan, terutama menyangkut ukuran atau batas-batas kualitas gerak sesuai karakteristik dalam seni tari tersebut.


Kembali di sini ditegaskan, dalam merayakan Hari Tari Sedunia, harapan prospektifnya di samping terbangun jejaring dan ikatan solidaritas, para seniman maupun pencinta seni tari dapat lebih memaknai seni tari secara substansial sampai tingkat kedalamannya, sehingga dapat memberikan pencerahan yang bermanfaat ke ranah publik.  


Selamat Hari Tari Sedunia Tahun 2024.


Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan  Mertoyudan, Kabupaten Magelang.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar