BERITAMAGELANG.ID - Jika buku adalah jendela ilmu, Candi Borobudur adalah rumah besar tempat jendela-jendela itu terbuka. Ribuan panel relief candi menyajikan kisah kehidupan dan kebijaksanaan leluhur.
Di antara 1.460 panel relief naratif pada Candi Borobudur, terpahat salah satu kisah makhluk mitologis yang sejak berabad-abad memikat perhatian para peneliti, seniman, hingga wisatawan budaya.
Kinnara-Kinnari: Makhluk setengah manusia, setengah burung yang dalam tradisi kuno digambarkan sebagai penjaga harmoni dan pengantar pesan spiritual.
Kepala hingga pinggangnya berbentuk manusia, namun kakinya menyerupai burung. Perpaduan kedua unsur tersebut menciptakan simbol dunia fana dan nirwana.
Menurut penjelasan Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Kinnara-Kinnari digambarkan sebagai penjaga pohon Kalpataru. Pohon kehidupan yang menjadi lambang harapan, berkah, dan kelimpahan.
Pada beberapa panel relief candi-tidak hanya di Borobudur, tapi juga di Candi Pawon dan Prambanan, Kinnara-Kinnari tampak mengapit pohon suci itu. Sebagian relief menunjukkan mereka memegang alat musik.
Interpretasi klasik menyebut mereka sebagai penghibur para dewa di alam surgawi. Menyimbolkan bahwa Kinnara-Kinnari memuliakan kehidupan melalui musik, gerak, dan kesetiaan.
Membaca Relief Candi
"Saya mulai mempelajari (Kinnara-Kinnari) di relief Candi Pawon sekitar tahun 2007. Kemudian tahun 2009 saya menggelar pementasan pertama," kata Eko Sunyoto, pemimpin Sanggar Tari Kinnara-Kinnari Borobudur.
Di Candi Borobudur, sosok Kinnara-Kinnari muncul pada deretan relief Awadana dan Gandavyuha. Eko Sunyoto kemudian menghidupkan kembali sosok tersebut lewat koreografi tari Kinnara-Kinnari.
Eko Sunyoto bukan satu-satunya seniman tradisional di Magelang yang menggali ide kreatif dari relief Candi Borobudur. Tapi dia satu dari sedikit seniman yang mampu mengolah ide-ide itu kedalam beberapa medium seni yang berbeda.
Setahun setelah mendirikan Sanggar Tari Kinnara-Kinnari, Eko mulai gelisah mencari ide busana pelengkap tariannya. Kembali dia tekun membaca relief candi.
"Setelah mengkreasikan relief dalam bentuk tarian, mulai 2009 saya mulai mengeksplorasi busananya. Idenya sekali lagi saya ambil dari bentuk-bentuk yang ada di relief candi," lanjutnya.
Dia meyakini koreografi dan aksesori tari memiliki peran penting dalam membangun karakter. Lewat aksesori penari, kita mendapat gambaran visual sosok bangsawan, dewa, atau ratu.
Setiap aksesori mewakili karakter tokoh. Dari mekak atau kemben, draperi atau lipatan kain, hingga sumping dan irah-irahan punya artinya masing-masing.
Produksi Busana Tari
Pada tari Kinnara-Kinnari misalnya ada tiga jenis irah-irahan atau mahkota yang membedakan karakter. Irah-irahan yang dikenakan Kinnara, Kinnari, dan para dayang.
Jika pada penari Kinnnara dan Kinnari, irah-irahan memiliki bentuk mahkota segitiga yang menjulang, para dayang mengenakan mahkota tanpa penutup kepala.
"Saya mencoba membuat sendiri dari berbagai material. Dari yang paling mudah sampai yang paling angel. Pernah buat dari bahan kuningan. Saya nitik (pahat) sendiri. Kalau enggak ada alatnya, saya buat sendiri alatnya," ujarnya.
Dari serangkaian percobaan bertahun-tahun, kini Eko Sunyoto menemukan kombinasi lempeng alumunium dan spon ati atau EVA sponge sebagai material busana tari paling nyaman.
Bobot alumunium yang ringan tidak membebani para penari. Lapisan spon ati dibalik alumunium, melidungi kulit sehingga penari tetap dapat bergerak bebas.
Membuat sendiri busana penari merupakan salah satu cara Eko Sanyoto menyiasati mahalnya ongkos produksi pergelaran tari. "Bayangkan kalau sekali pentas kami ada 40-an penari. Kalau harus sewa busana, berapa itu biayanya," katanya.
Biasanya Eko Sunyoto membutuhkan waktu 1 minggu untuk menyelesaikan pembuatan satu set busana tari.
"Paling lama ya nitik detail-detail pada lempengan aluminium itu," ungkapnya.
Laku Kebudayaan
Kementerian Kebudayaan pernah mendukung Eko Sunyoto mengadakan workshop membuat aksesori busana tari. Pelatihan itu menjadi bagian dari rangkaian Spirit of Borobudur yang digelar Januari-Februari 2025 di Sanggar Tari Kinnara-Kinnari dan TIC Magelang.
"Menurut saya seniman itu harus sinau tuntas. Mempelajari apa saja jangan tanggung. Saya bisa menjahit busana juga. Merawat gamelan sampai memperbaiki wayang kulit. Di dunia wayang kulit, saya masuk sampai ke dalam," terangnya.
Selain menari, Eko Sunyoto juga bisa mendalang. Dia sering mengisi pergelaran wayang kulit di Pondok Tingal Hotel Borobudur dan Pendopo Surya Gemilang di kompleks LPPL Radio Gemilang FM.
Selama 18 tahun Eko Sunyoto dipercaya merawat wayang kulit dan perangkat gamelan milik Pondok Tingal. Di hotel yang dibangun mantan Menteri Penerangan era 1968-1973, almarhum Boedihardjo itu terdapat museum wayang.
"Di Pondok Tingal ada pementasan wayang kulit tiap bulan. Saya bertanggung jawab menyimpan gamelan. Itu berjalan sudah 18 tahun. Akhirnya hidup berkesenian itu sudah menjadi bagian hidup saya. Tidak menjadi persoalan karena saya melakoninya sehari-hari,"
Merawat Pelaku Budaya
Sanggar Tari Kinnara-Kinnari saat ini bertransformasi menjadi komunitas seni. Tidak hanya mengajar tari, sanggar berkembang menjadi pusat produksi pergelaran seni.
Eko Sunyoto memimpin tim kreatif yang tidak hanya menciptakan koreografi tapi juga memproduksi busana, mengatur tata musik, hingga membangun dekorasi panggung tari.
Sebagai penghargaan atas dedikasinya dalam hidup berkesenian di Magelang, Eko Sunyoto menerima Bupati Awards untuk kategori Pelestari Budaya-Individu.
Upayanya mengelola Sanggar Tari Kinnara-Kinnari dinilai berkontribusi besar pada pelestarian budaya tradisional di Magelang.
Eko menganggap usahanya selama ini sebagai laku seniman tradisional. Jika kemudian upayanya dilihat, dinikmati, dan diakui oleh pihak lain akan menjadi pemicu untuk terus berinovasi dan berkreasi.
"Penghargaan ini terobosan bapak Bupati yang saya acungi jempol. Perlu juga nantinya pengajuan penghargaan sampai tingkat kecamatan. Magelang itu banyak sekali potensinya," ujar Eko.
Dia berharap ada semacam upaya mendata khusus para pelaku seni dan budaya hingga tingkat kecamatan.
"Data pelaku budaya itu penting. Kita belum punya. Bagaimana nantinya kesejahteraan mereka diperhatikan dan dilindungi," pungkasnya.

0 Komentar