Tradisi Ruwat Rawat Menoreh, Grebeg Tujuh Gunungan Pangan Lokal

Dilihat 44 kali
Tradisi Ruwat Rawat Menoreh warga Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang dengan kirab tujuh gunungan pangan lokal

BERITAMAGELANG.ID - Warga di perbukitan Menoreh, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang berebut gunungan ubi dan berbagai pangan lokal yang biasa mereka kosumsi sehari hari. 

Tradisi Ruwat Rawat Menoreh (RRM) ke V ini menjadi upaya mewujudkan ketahanan pangan mandiri dari pertanian ladang selain beras.


"Ruwat Rawat Menoreh di Desa Ngargoretno intinya bagaimana kita merawat wilayah Perbukitan Menoreh supaya tetap lestari, kecukupan pangan dan bumi tetap hijau," kata Kepala Desa Ngargoretno, Dodik Suseno usai kirab, Sabtu (13/9).


Tradisi diawali dengan kirab tujuh gunungan dari hasil panen ladang warga di Dusun Sipat, Karangsari I, Desa Ngargoretno. 


Tujuh gunungan itu, menurut Dodik, adalah falsafah Jawa pituduh yang bermakna petunjuk menuju arah kebaikan. Dimana warga menjalani kirab keliling desa membawa gunungan keliling dusun.


Tujuh gunungan tersebut berupa sayur mayur, hasil pertanian lokal seperti ketela, jagung, talas, ganyong atau istilah warga setempat midro serta gunungan berupa hasil olahan pangan lokal. 


Semua gunungan tersebut kemudian menjadi rebutan warga di halaman rumah Kepala Dusun. Semua warga, termasuk anak-anak turut serta dalam grebeg tersebut.


Uniknya, di setiap gunungan diselipkan uang kertas pecahan Rp2.000, Rp5.000 dan Rp10.000 untuk lebih menarik warga berebut gunungan hasil ladang setempat.


"Kita buat gunungan dan diperebutkan di acara ini. (uang di gunungan) Itu trik kita biar meriah lagi dikasih sedikit-dikit uang. Ada tujuh gunungan itu pitu. Falsafah Jawa pitu, pituduh (petunjuk)," jelas Dodik.


Ketua Panitia Ruwat Rawat Menoreh, Soim mengungkapkan, tradisi ini sebagai ungkapan rasa syukur untuk merawat dan ngeruwat yang ada di kawasan Perbukitan Menoreh.


RRM V ini, lanjut Soim mengambil tema Memetri Wiji Ngrumat Karang Kitri, yakni bagaimana kita melestarikan keragaman hayati dan mengangkat bahan pangan lokal yang  masih menjadi bahan makanan pokok warga di kawasan Lereng Menoreh.


Untuk pangan lokal tersebut, kata Soim, berupa umbi-umbian dan biji-bijian yang seluruhnya ada di kawasan Menoreh. 


"Baik itu singkong (ketela), tales, waluh, banyak macam yang dikumpulkan dari warga," ujar Soim. 


Hadir dalam tradisi tersebut, Program Manager Agro Ekosistem Yayasan Kehati, Puji Sumedi mengungkapkan setiap daerah memiliki otoritas untuk bicara soal pangan lokal dan memilih pangan lokalnya. 

Menurutnya, di Perpres 81 tahun 2024 bagaimana kemudian daerah bisa mengutamakan untuk pangan lokal sesuai sisi kebijakan nasional terkait swasembada pangan.


Ia berharap, keberadaan pangan lokal itu tidak hanya menjadi romantisme karena tidak didukung kebijakan. Bicara pangan bukan hanya ranah pemerintah, seperti Kementerian Pertanian, Badan Pangan maupun lainnya. Namun masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan pangan tersebut.


"Dari Bappenas sedang menyusun roadmap untuk pangan lokal dan kami terlibat. Jadi banyak teman-teman di masyarakat sipil mengawal itu," tegasnya.


Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, lokasinya berada di Perbukitan Menoreh yang berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).  Mayoritas warga Desa Ngargoretno adalah petani ladang di antara batu marmer dan tanah lempung.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar