Ngrumat Karang Kitri, Tingkatkan Produksi Pangan dari Pekarangan

Dilihat 62 kali
Warga Desa Ngargoretno menggelar Ruwat Rawat Menoreh ke-V dengan tema “Memetri Wiji Ngrumat Karang Kitri”.

BERITAMAGELANG.ID - Masyarakat desa dan keluarga menjadi aktor kunci dalam mengembangkan konsep ketahanan pangan berbasis komunitas. Memproduksi sumber makanan di pekarangan sendiri. 

Masyarakat Nusantara secara turun temurun memiliki pengetahuan untuk menghasilkan beraneka ragam makanan pokok. Tidak hanya di sawah atau ladang, banyak sumber pangan dibudidayakan di lahan sekitar rumah. 

Masyarakat Jawa mengenal istilah karang kitri sebagai metode menghasilkan sumber pangan dari pekarangan. Karang kitri merupakan konsep desain lingkungan yang mengembangkan sistem pertanian swadaya berdasarkan ekosistem alam.

Fungsi rumah berikut pekarangan tidak hanya menjadi tempat tinggal tapi juga dimanfaatkan sebagai lumbung pangan. Beragam jenis tanaman buah, umbi-umbian, dan sayuran ditanam di sekitar rumah. 

"Kami ingin menggugah kembali masyarakat untuk mengenal dan mengonsumsi pangan lokal. Nenek moyang kita di lereng Menoreh ini dulu memanfaatkan pekarangan untuk menanam pangan lokal," kata Kepala Desa Ngargoretno, Dodik Suseno, Sabtu (13/9).

Kontur tanah Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman cocok ditanami umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, talas, dan gembili. Tidak hanya dikonsumsi saat masa paceklik, aneka umbian menjadi makanan sehari-hari. 

Merawat Karang Kitri

Sebagai upaya membangkitkan ingatan kolektif warga, Dodik bersama BUMDes Argo Inten menggagas kegiatan Ruwat Rawat Menoreh ke-V dengan tema "Memetri Wiji Ngrumat Karang Kitri".

Melalui rangkaian kegiatan diskusi, kirab budaya, pertunjukan kesenian dan festival pangan lokal, pemerintah Desa Ngargoretno berusaha mengenalkan kembali jenis makanan ini.

"Terutama untuk anak-anak dan pemuda. Mereka ini kan sudah tidak kenal atau jarang sekali mengonsumsi umbi-umbian. Padahal jenis sumber makanan ini masih banyak tersedia di sekitar mereka," ujar Dodik.

Anak-anak dan pemuda saat ini jarang melirik olahan makanan tradisional karena tampilannya kurang menarik. Singkong, talas, dan ubi biasanya hanya disajikan sekadar direbus.

"Kalau singkong hanya disajikan begitu saja pasti tidak menarik. Nanti pelan-pelan kami adakan pelatihan bagaimana mengolah pangan lokal menjadi makanan lebih siap saji. Lebih kekinian,” lanjutnya.

Meningkatkan Konsumsi 

Meningkatkan jumlah konsumsi menjadi kunci keberhasilan pengembangan bahan pangan lokal. Masyarakat harus memiliki kesadaran untuk menyajikan pangan lokal di meja makan. 

Menurut data Badan Pangan Nasional, konsumsi sumber makanan kelompok umbi-umbian per kapita sebanyak 16,4 kilogram per tahun. Bandingkan dengan jumlah konsumi beras per kapita yang mencapai 90 kilogram per tahun.

Jumlah konsumsi pangan berbahan umbi-umbian jauh dibandingkan konsumsi gandung yang berkisar 38 kilogram per kapita setahun. Padahal tidak sebulirpun gandum ditanam di Indonesia. 

Peningkatan konsumsi itu didorong oleh semakin bervariasinya makanan berbahan dasar gandum. Pergeseran pola konsumsi masyarakat juga berdampak pada meningkatnya permintaan impor gandum.

Mengolah makanan berbahan umbi-umbian dari saat panen hingga siap disajikan membutuhkan waktu yang relatif lama. Generasi sekarang cenderung menyukai pengolahan makanan instan yang serba cepat. 

Gandum diolah menjadi berbagai variasi makanan seperti mie instan dan roti. Semua panganan berbahan tepung terigu berasal dari gandum.

Berdaya Pangan Lokal 

Ketua BUMDes Argo Inten, Soim khawatir, tanpa intervensi, pangan lokal akan semakin dilupakan. Padahal hingga saat ini bahan makanan seperti singkong, ubi, dan talas masih menjadi makanan pokok sebagian warga di lereng Menoreh.

Semua jenis umbi-umbian yang disajikan pada festival pangan lokal kali ini masih tersedia di sekitar kampung. 

"Bagaimana kami melestarikan keanekaragaman hayati dengan mengangkat bahan bahan pangan lokal. Ini masih menjadi makanan pokok warga di kawasan lereng Menoreh,” ungkapnya.

Pemerintah Desa Ngargoretno dan BUMDes Argo Inten berencana mengenalkan pangan lokal melalui kegiatan posyandu. Jenis umbi-umbian akan disertakan dalam menu program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita. 

Olahan pangan lokal juga akan menjadi menu wajib yang disajikan kepada wisatawan yang berkunjung ke Desa Ngargoretno. "Sebagai desa wisata kami akan menyajikan pangan lokal ini sebagai menu andalan bagi wisatawan," ujar Soim. 

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar